HalamanPraperadilan di Dipersiapkan dan disusun oleh Tim Panel Ahli Dr. Salman Luthan, ., Dr. H . Andi Samsan Nganro, Ifdhal Kasim, Koordinator Tim Peneliti Supriyadi Widodo Eddyono, Tim Peneliti Supriyadi W. Eddyono, Wahyudi Djafar, Sufriyadi, ., Erasmus A. T. Napitupulu, Sriyana, Editor Anggara Penerjemah Pirhot Nababan Lisensi Hak Cipta This work is licensed under a Creative Commons Attribution Unported License. Diterbitkan oleh Institute for Criminal Justice Reform Jln. Cempaka No. 4, Pasar Minggu Jakarta Selatan 12530 Phone/Fax 021 7810265 Email infoicjr icjrid Cover Picture and Desain oleh Pista Simamora Publikasi Pertama 1 Februari 2014 Kata Pengantar“Penahanan Pada Hakikatnya adalah Perampasan Kemerdekaan” Pertama-tama, sesuai ketentuan Hukum Acara Pidana, penahanan terhadap seorang tersangka memang dapat dilakukan penyidik, penuntut umum maupun hakim di sidang pengadilan. Apabila suatu penahanan terhadap seorang tersangka memang harus dilakukan, artinya tidak ada lagi pilihan maka penahanan itu kemudian menurut KUHAP dapat berupa 1 penahanan rumah tahanan Negara, 2 penahanan rumah, dan 3 penahanan kota. Jenis penahanan ini dapat diterapkan sesuai karakteristik masing-masing kasus yang berbeda satu sama lain. Jadi pilihan penahanan jika harus dilakukan maka sesuai ketentuan hukumnya tidak satu-satunya yaitu harus penahanan rumah tahanan Negara; Meskipun penahanan dapat dilakukan, tetapi penahanan itu haruslah semata-mata untuk kepentingan pemeriksaan itu sendiri. Penahanan itu sendiri merupakan accesoir terhadap suatu pemeriksaan perkara pidana . Konkritnya, penahanan akan dilakukan penyidik hanya apabila kepentingan pemeriksaan memerlukannya secara obyektif, utamanya pengambilan keterangan untuk dimasukkan dalam BAP dimana jangan sampai seorang tersangka menghindar pada saat diperlukan untuk pemeriksaan. Kaedah hukum penahanan itu sendiri oleh karena itu mengatur “dapat” bukan harus dilakukan terhadap setiap tersangka, sekalipun tindak pidana yang disangkakan memenuhi syarat untuk ditahan. Maksudnya, pada saat yang sama upaya paksa penahanan itu jangan sampai pernah mempengaruhi asas peradilan yang jujur, adil dan obyektif. Penahanan sebelum sidang pengadilan selalu potensial predice terhadap asas praduga-tidak bersalah. Penahanan oleh karena itu tidaklah dapat menjadi suatu ”kebijakan” atau “kebiasaan” misalnya bila seseorang telah ditetapkan sebagai tersangka maka haruslah ditahan. Ketentuan tentang penahanan tidaklah demikian hukumnya. Akan tetapi karena kebiasaan menahan ini sekalipun sesungguhnya tidak diperlukan telah menjadi faktor demoralisasi aparat untuk korupsi yakni menyalah-gunakan wewenang. Dengan kata lain telah menjadi faktor kriminogen. Oleh karena itu, penahanan dalam penyidikan pada dasarnya tidak diperlukan dan dihindarkan karena dapat mempengaruhi proses peradilan yang adil due process of law.Penahanan yang tidak diperlukan tersebut bisa diilustrasikan sebagai berikut katakanlah penahanan dengan pengecualian sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 KUHAP dilakukan sehingga keseluruhan jangka waktu penahanan yang dapat dilakukan oleh penyidik pada tahap penyidikan selama 120 hari. Apabila waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan misalnya hanya 20 hari, maka penahanan yang dilakukan selama waktu yang tersisa, yaitu 100 hari adalah sesungguhnya suatu perampasan kemerdekaan. Karena perampasan kemerdekaan adalah tindak pidana maka seharusnya hukum harus ditegakkan dalam hal ini sebagaimana dikenal dalam literartur dengan “Miranda Warning”. Dalam banyak kasus, pemenuhan alasan penahanan secara subyektif oleh penyidik juga hampir tidak ada. Bila penyidik khawatir saja bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana, maka akan dengan sendirinya penahanan dapat dilakukan. Penggunaan kewenangan penahanan tersebut sangat bergantung dari penilaian subyektif aparat penegak hukum, ditambah dengan ketentuan dalam KUHAP yang memberikan ruang interpretasi pada akhirnya menjadikan aparat penegak hukum yang seolah absah menafsirkan ketentuan KUHAP. Penafsiran di luar itu dianggap “wacana” yang hanya berlaku di bangku kuliah, bukan dalam praktek. Oleh karena itu, upaya paksa penahanan yang tersedia berdasarkan undang-undang justru digunakan untuk melakukan kesewenang-wenangan. iii Di sisi lain, lembaga praperadilan yang keberadaannya dimaksudkan untuk pengawasan penggunaan upaya-upaya paksa oleh aparat penegak hukum fungsional tidak berjalan sebagaimana yang menjadi tujuan pembentukannya. Pada awalnya, lembaga praperadilan diharapkan sebagai suatu bagian mekanisme sistem peradilan yang memberikan hak kepada tersangka berdasarkan undang-undang untuk melakukan pengawan atas jalannya suatu upaya paksa dalam proses penyidikan dan/atau penuntutan atas dirinya. Namun niat ini tidak berhasil oleh karena praperadilan dalam rumusan KUHAP lebih mengarah pada pengawasan administratif belaka. Misalnya, praperadilan tidak dapat digunakan untuk menguji i apakah asas yuridis dan nesesitas dalam upaya paksa itu abash dalam arti materill; ii apakah “bukti permulaan yang cukup” sebagai dasar untuk menentukan status sebagai tersangka dan kemudian dapat menetapkan upaya paksa seperti penahanan absah secara materill. Dengan demikian, sesungguhnya ada “kekosongan hukum” dalam lembaga praperadilan yang mengacu pada maksud dibentuknya lembaga praperadilan itu, yaitu melindungi hak asasi manusia dari tersangka dan terdakwa. Pada akhirnya, kekosongan hukum tersebut dapat diisi oleh suatu yurisprudensi atau melalui pembentukan hukum acara pidana yang baru dan mengatur hal-hal tersebut sebagaimana pembahasan RUU KUHAP yang sedang berjalan saat ini. “Naskah Riset dan Pedoman Penahanan dan Praperadilan Penahanan” yang disiapkan oleh ICJR dan didukung Open Society Justice Initiative ini tentunya sangat bermanfaat dalam konteks hal-hal di atas. Jakarta, Desember 2013 MP Pangaribuan, iv Kata Pengantar Institute for Criminal Justice Reform Salah satu masalah mendasar yang sering menjadi perdebatan hangat di kalangan komunitas hukum adalah mengenai upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum, terutama Penyidik dan Penuntut Umum. Secara umum, upaya paksa yang dikenal dalam sistem peradilan pidana modern di dunia ini adalah upaya paksa di bidang penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan. Dan terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum seharusnya tunduk dibawah pengawasan Pengadilan judicial scrutiny. Mestinya tak ada satupun upaya paksa yang dapat lepas dari pengawasan Pengadilan sehingga upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum tersebut tidak dilakukan secara sewenang wenang yang berakibat pada terlanggarnya hak – hak dan kebebasan sipil dari seseorang. Persis pada prinsip judicial scrutiny inilah yang justru tidak ditemukan dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan KUHAP. Pada saat diundangkannya, KUHAP disebut – sebut sebagai karya agung Bangsa Indonesia, tak heran karena pada saat itu, hanya KUHAPlah yang secara terang – terangan menyebutkan Hak Asasi Manusia secara eksplisit. Namun, sekali lagi, tindakan pengawasan dari Pengadilan bisa dikatakan absen pada setiap tindakan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum. Salah satu hal mendesak untuk segera dilakukannya perbaikan, dikarenakan saat ini berada pada titik yang paling bawah adalah mengenai penahanan pra persidangan pre trial detention. Harus diakui, terminologi penahanan pra persidangan tidak dikenal di dalam KUHAP, karena yang dikenal adalah penahanan berdasarkan instansi yang menahan. Secara universal terminologi penahanan pra persidangan adalah sangat beragam, dan untuk kepentingan riset ini, ICJR menggunakan terminologi penahanan pra persidangan adalah penahanan yang diterapkan terhadap tersangka sebelum dimulainya persidangan pertama secara resmi. Secara singkat penahanan pra persidangan dalam riset ini merujuk pada penahanan yang dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut Umum. Kenapa hal ini menjadi sangat krusial? Salah satu alasannya yang paling mendasar adalah buruknya situasi dan kondisi di rumah – rumah tahanan. Rumah – rumah tahanan, ataupun tempat – tempat lain yang digunakan untuk menahan tersangka di Indonesia, saat ini boleh dikata sudah dalam kondisi over crowded yang akut. Situasi ini akhirnya memunculkan beragam persoalan kesehatan yang dialami oleh para tahanan. Tak hanya persoalan kesehatan, namun penerapan penahanan pra persidangan juga memunculkan beragam masalah lain seperti terbukanya kemungkinan terjadinya praktek komodifikasi dan juga perkelahian antar tahanan atau kelompok tahanan. Selain itu, pengawasan terbatas dari peradilan—melalui mekanisme praperadilan terhadap institusi penyidik— menjadikan tindakan sewenang-wenang kerap kali terjadi terhadap para tahanan dalam bentuk penyiksaan, baik fisik maupun psikis, selama proses penyidikan. Setidaknya, ICJR mengidentifikasi dua hal yang menjadi penyebab utama dari situasi ini. Pertama, karena absennya pengawasan pengadilan judicial scrutiny dalam setiap tahapan yang terdapat dalam KUHAP saat ini. Kedua, ketiadaan elaborasi yang mendalam terhadap syarat sahnya penahanan sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 KUHAP. Meski ada lembaga praperadilan sebagai mekanisme komplain terhadap upaya paksa, namun dalam praktiknya lembaga ini hanya berkutat pada persoalan administrative dari dilakukannya penahanan oleh pejabat yang berwenang, dan masalah lain yang tak kalah penting untuk dibenahi yaitu minimnya pengaturan hukum acara Praperadilan di dalam KUHAP. HalamanPraperadilan di vi DAFTAR ISI BAGIAN I MENIMBANG EFEKTIFITAS PRAPERADILAN BAB I. Pendahuluan ............................................................................................................... 3 A. Latar belakang....................................................................................................................... 3 B. Tujuan ................................................................................................................................... 8 C. Metode ................................................................................................................................. 8 BAB II. Praperadilan sebagai instrumen pengawasan penahanan .............................................. 11 A. Konsep umum pengawasan penahanan pra-persidangan ................................................... 11 B. Instrumentasi yang menjamin perlindungan dari penahanan sewenang-wenang .............. 13 C. Perbandingan konseptual di beberapa negara..................................................................... 16 1. Amerika Serikat .............................................................................................................. 17 2. Perancis .......................................................................................................................... 19 3. Belanda ........................................................................................................................... 20 4. Jerman ............................................................................................................................ 21 5. Denmark ......................................................................................................................... 22 6. Italia ................................................................................................................................ 24 7. Jepang............................................................................................................................. 26 BAB III. Praperadilan dalam KUHAP .......................................................................................... 29 A. Sejarah lahirnya praperadilan di Indonesia .......................................................................... 29 B. Pengawasan penahanan dan penangkapan dalam Rancangan KUHAP dan proses pembahasannya.................................................................................................................... 31 C. Praperadilan dalam pengujian sah tidaknya penangkapan dan penahanan ........................ 42 Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa melalui praperadilan ......... 44 Hukum acara praperadilan ............................................................................................ 51 Putusan pengadilan praperadilan .................................................................................. 56 Gugurnya praperadilan .................................................................................................. 57 Upaya banding praperadilan ......................................................................................... 58 Penghentian praperadilan ............................................................................................. 59 BAB IV. Praperadilan dalam Praktik .......................................................................................... 60 A. Pengantar .............................................................................................................................. 60 B. Dinamika praktik praperadilan ............................................................................................. 62 . Jenis tindak pidana pokok yang penahannya dipraperadilankan .................................. 62 . Penasihat Hukum ........................................................................................................... 62 . Alasan pengajuan praperadilan..................................................................................... 62 . Pandangan pemohon, termohon dan hakim terhadap keabsahan penahanan............ 63 . Pandangan terhadap unsur kekhawatiran dan unsur dugaan keras ............................. 69 . Cacat administrasi tidak menyebabkan penangkapan dan penahanan tidak sah......... 78 C. Praperadilan antara mekanisme perdata dan pidana ......................................................... 80 D. Efektifitas mekanisme praperadilan ..................................................................................... 83 BAB V. Reformasi Praperadilan Penahanan............................................................................... 85 A. Kelemahan praperadilan KUHAP .......................................................................................... 85 B. Perkembangan pengaturan penahanan prapersidangan dan pengawasannya dalam rancangan KUHAP ................................................................................................................. 95 C. Penahanan prapersidangan dalam Rancanngan KUHAP 2012 ............................................. 109 HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di 21 untuk berperan aktif. Pemeriksaan pendahuluan ini bersifat lebih terbuka daripada penyelidikan yang dilakukan oleh polisi, meski penyelidikan ini memungkinkan diselenggarakan secara rahasia demi kepentingan investigasi. Selama proses penyelidikan, pengacara berhak menghadiri setiap persidangan, termasuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli, kecuali dilarang untuk kepentingan penyelidikan. Ia dapat menyarankan pertanyaan yang harus diajukan oleh hakim investigasi kepada saksi dan ahli. Jika pembela tidak hadir di persidangan, ia akan diberitahu secepatnya isi dari proses, kecuali bertentangan dengan kepentingan penyelidikan. Selama pemeriksaan pendahuluan, hakim berkuasa penuh untuk memutuskan kegiatan investigasi yang akan dilaksanakan, dan apakah pertanyaan yang diajukan oleh tim pembela harus dijawab oleh saksi dan ahli. Bagi pembela, mereka dapat meminta saksi tambahan atau ahli dalam batas yang wajar. Artinya, pembela memiliki kesempatan yang lebih luas dalam proses penyelidikan yang dipimpin oleh investigating judge daripada yang dilakukan oleh polisi. 55 Terkait dengan mekanisme pengawasan, selain Rechter Commissaris, di Belanda juga mengenal pranata submissie dan compositie. Submissie diadakan atas permohonan terdakwa yang disepakati oleh penuntut umum dan berisi permasalahan-permasalahan yang sulit pembuktiannya di persidangan. Kesepakatan tersebut diajukan kepada hakim untuk dimintai putusan tanpa pembuktian di persidangan. Hakim dengan kewenangannya akan memutus mengenai hal atau kasus tersebut. Dalam compositie, jaksa penuntut umum dapat menghentikan proses penuntutan setelah terdakwa membayar sejumlah uang tertentu. Pembayaran ini dimaksudkan sebagai penebusan, terutama untuk kejahatan ringan. Kedua pranata ini terkait dengan perkara yang menurut penuntut umum sulit dibuktikan dan dapat diselesaikan di luar persidangan dengan diajukan pada hakim melalui proses negosiasi. Tindak pidana yang diancam lebih dari 6 tahun dan tindak pidana pelanggaran dikecualikan dari proses ini. “Penyelesaian di luar sidang” dilakukan jaksa sebelum perkara masuk proses sidang pengadilan. 56 4. Jerman Jerman sebagai peletak dasar sistem hukum Eropa Kontinental menganut sistem inquisitorial dalam hukum acara pidananya. Jerman memiliki penuntutan yang independen dari polisi dan pengadilan. Namun, ia memiliki jalur karir yang mirip dengan peradilan dan dianggap sebagai otoritas kuasi- yudisial. Sementara, kantor kejaksaan adalah hirarki terstruktur dan bertanggung jawab kepada Menteri Kehakiman di negara bagian tertentu. Seperti negara Eropa lainnya, Menteri Kehakiman Jerman berhak memberikan arahan ke kejaksaan termasuk dalam penentuan kebijakan dan keputusan untuk penuntutan dalam kasus-kasus individu. Namun Menteri Kehakiman jarang memberikan arahan dalam kasus yang individual. Karena jaksa dianggap sebagai bagian dari otoritas kuasi-yudisial yang bersifat adversarial, ia dianggap netral dan obyektif, serta dipercaya untuk menimbang-nimbang kelanjutan proses penyidikan suatu kasus. Secara khusus, dalam membuat keputusan jaksa diharapkan dapat memperhitungkan, dan menyajikan ke Pengadilan, tidak hanya bukti memberatkan, tetapi juga bukti 55 Tak, The Dutch ... Ibid., hal. 83-84. 56 Lihat Ties Prakken and Taru Spronken, The Investigative Stage of the Criminal Process in the Netherlands, Faculty of Law, Maastricht University, versi elektronik tersedia di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di 47 c. Unsur memenuhi syarat Pasal 21 ayat 1 KUHAP Disamping unsur-unsur penahanan di atas, penahanan harus memenuhi syarat sesuai Pasal 21 ayat 1 KUHAP, meliputi 1 Tersangka atau terdakwa diduga keras sebagai pelaku tindak pidana yang bersangkutan; 2 Dugaan yang keras itu di dasarkan pada bukti yang cukup. Perlu dikemukakan, syarat penahanan berbeda dengan syarat penangkapan, dimana bukti menjadi pembeda dari keduanya. Pada penangkapan, syarat bukti didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Sedangkan pada penahanan didasarkan pada bukti yang cukup. Dengan demikian syarat bukti dalam penahanan lebih tinggi kualitasnya daripada penangkapan. KUHAP tidak menjelaskan mengenai bukti yang cukup. Namun jika melihat Pasal 62 ayat 1 dan Pasal 75 HIR ditemukan penjelasan bahwa penahanan harus didasarkan pada syarat jika ada keterangan-keterangan yang menunjukkan bahwa tersangka bersalah. Jadi dalam HIR syarat bukti untuk melakukan penahanan didasarkan pada patokan bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa bersalah. Namun karena KUHAP tidak menentukan sejauh mana bukti yang cukup, maka hal tersebut harus dilihat secara proporsional. Bukti dianggap cukup pada tahap penyidikan apabila telah terpenuhinya batas minimum pembuktian agar perkara tersebut dapat diajukan ke muka pengadilan sesuai dengan alat-alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP. .3. Tata cara penahanan Tata cara penahanan atau penahanan lanjutan baik oleh penyidik maupun penuntut umum serta hakim merujuk kepada ketentuan Pasal 21 ayat 2 dan ayat 3 KUHAP. a. Melalui surat perintah/penetapan penahanan Jika penyidik atau penuntut umum yang melakukan penahanan, mereka mengeluarkan surat perintah penahanan. Sebaliknya, jika melakukan adalah hakim, ia akan mengeluarkan Surat Penetapan Penahanan. Meskipun berbeda sebutan, muatan keduanya relatif sama, yaitu memuat - Identitas tersangka/terdakwa, nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin dan tempat tinggal - Menyebutkan alasan penahanan. Misalnya untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan sidang pengadilan. - Uraian singkat kejahatan yang disangkakan atau yang didakwakan. Tujuannya agar yang bersangkutan tahu dan mempersiapkan diri melakukan pembelaan, serta kepastian hukum - Menyebutkan dengan jelas tempat penahanan untuk kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya. Tanpa adanya surat penahanan, maka penahanan menjadi tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Pada masa HIR praktik penahanan tanpa surat merupakan masalah yang kerap terjadi. Pada masa KUHAP, hal serupa masih terus berulang. Untuk mengatasi masalah ini, Menteri Kehakiman mengeluarkan Instruksi Menteri Kehakiman Nomor .5/19/18 di tahun 1964 tentang Pembebasan Tahanan Yang Ditahan Tanpa Surat Perintah Penahanan Yang Sah. Surat di atas menginstruksikan Kepala Direktorat Pemasyarakatan; semua Kepala Inspektorat Pemasyarakatan Daerah; semua Direktur/Pimpinan Pemasyarakatan Daerah; dan semua Direktur/Kepala Lembaga Pemasyarakatan agar tidak menerima titipan tahanan tanpa surat perintah yang sah, tidak menerima titipan tahanan yang tidak berdasarkan surat perintah penahanan yang HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di == Tata cara persidangan == Pemeriksaan dalam sidang praperadilan bukan hanya terhadap pemohon, tapi juga pejabat yang menimbulkan terjadinya alasan permintaan pengajuan pemeriksaan praperadilan. Artinya, pejabat penyidik yang melakukan penangkapan ikut dipanggil dan diperiksa. Seperti dijelaskan di atas, proses pemeriksaan praperadilan mirip dengan sidang pemeriksaan perkara perdata. Pemohon seolah-olah bertindak sebagai penggugat, sedangkan pejabat berkedudukan sebagai tergugat. Mungkin juga ada yang beranggapan praperadilan cenderung memeriksa dan mengadili pejabat yang terlibat tentang sah atau tidaknya upaya paksa yang dilakukan. Dalam persidangan praperadilan dikenal tahap pemeriksaan sebagai berikut - Pemeriksaan surat kuasa dan ataupun pembacaan isi surat permohonanya - Sidang berikutnya adalah jawaban dari termohon - Sidang berikutnya adalah replik dari pemohon - Sidang berikutnya adalah duplik dari termohon - Sidang pembuktian baik saksi-saksi maupun surat-surat dari kedua belah pihak. - Sidang pembacaan isi putusan hakim. KUHAP tidak mengatur mengenai bentuk dari permohonan pemeriksaan praperadilan, apakah harus tertulis atau dapat dilakukan secara lisan. Pada praktiknya, permohonan pemeriksaan praperadilan dibuat secara tertulis oleh penasihat hukum atau kuasa hukum dalam bentuk surat permohonan yang mirip dengan bentuk dan susunan surat gugatan perdata. 123 Bentuk surat permohonan pada umumnya terdiri dari Persyaratan formal berisi identitas pemohon dan termohon, Persyaratan materil berisi dasar alasan dan dasar hukum fundamentum patendi/posita, Uraian mengenai apa yang dituntut/dimohon petitum untuk diputus oleh hakim praperadilan, Penyerahan/Pendaftaran Permohonan Pemeriksaan Praperadilan. Secara formal, kedudukan dan kehadiran pejabat dalam praperadilan bukan sebagai pihak seperti sidang perkara perdata, meski yang dipakai adalah hukum acara perdata. Kedudukan dan kehadiran pejabat hanya untuk memberi keterangan. Keterangan pejabat didengar hakim dalam sidang sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Dengan demikian putusan hakim tidak hanya didasar atas permohonan dan keterangan pemohon saja, tetapi didasarkan atas data, baik yang ditemukan pemohon dan pejabat yang bersangkutan. Keterangan dari pejabat berupa bantahan atas alasan permohonan yang diajukan pemohon, sehingga proses pemeriksaan keterangan pejabat dalam praperadilan mirip sebagai sangkalan atau bantahan dalam acara pemeriksaan perkara perdata. Tetapi, seperti telah ditegaskan, pejabat bukanlah tergugat atau terdakwa, meski dari segi prosedural kedudukan pejabat mirip tergugat semu atau terdakwa semu. Statusnya sebagai tergugat semu atau terdakwa semu inilah yang membuat kalangan aparat penyidik atau penuntut umum keberatan, karena mereka merasa digugat atau didakwa oleh pemohon. Sikap kejiwaan dan pandangan ini yang mungkin membuat pemeriksaan sidang praperadilan kurang lancar. Banyak keluhan dari PN tentang kurang lancarnya pemeriksaan praperadilan, misalnya keengganan peajabat menghadiri sidang pada hari yang ditentukan. Untuk menghindari sikap kejiwaan dan pandangan yang sempit ini, pejabat harus berani menempatkan diri 123 Lihat .A Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum Malang Universitas Muhammadiyah Malang, 2004, hal. 278 -279 . HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di Ada pendapat yang menyatakan bahwa gugurnya permintaan dalam Pasal 82 ayat 1 tidak mengurangi/tidak dianggap mengurangi hak tersangka, sebab semua permintaan itu dapat ditampung kembali oleh PN dalam pemeriksaan pokok, khususnya tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan. Apa yang tidak bisa diperoleh pemohon pada praperadilan dapat dialihkan pengajuannya ke PN. Hanya saja, proses dan tatacaranya semakin panjang, khususnya mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi yang pengajuannya baru diperkenankan setelah perkaranya diputus dan putusan itu sendiri telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan, jika hal itu diajukan kepada praperadilan maka prosesnya lebih singkat dan lebih cepat.[1] Pada praktiknya, pendapat ini banyak ditolak oleh Hakim dan sangat jarang dilakukan bahkan mungkin tidak pernah dilakukan.[2] Banyak hakim berpendapat, hal Ini akan menimbulkan masalah terkait dengan locus dan tempus tindakan penyidik. Misalnya dalam perkara Tipikor, karena perkara praperadilan diajukan di PN Jaksel sementara perkara pokok ada di PN Jakpus. Bagaimana hakim di PN Jaksel mengetahui perkara pokok disidangkan di PN Jakpus? Upaya banding praperadilan[sunting] Pada awalnya, tidak semua putusan praperadilan dapat dimintakan banding. Sebaliknya, tidak seluruh putusan praperadilan tidak dapat dimintakan pemeriksaan banding. Hal ini diatur dalam Pasal 83 KUHAP, yang menyatakan bahwa putusan praperadilan dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding. Dalam praktiknya, hampir seluruh putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Hal ini dianggap sesuai dengan asas hukum acara yang menyangkut tata cara pemeriksaan praperadilan. Demikian juga dari tujuan pelembagaan praperadilan untuk mewujudkan putusan dan kepastian hukum dalam waktu yang relatif singkat. Jika putusan praperadilan diperkenankan upaya banding, hal ini tidak sejalan dengan sifat, tujuan, dan ciri untuk singkatnya putusan dan kepastian hukum dapat. Namun, berdasarkan perkembangan terbaru, khususnya setelah Putusan MK No. 65/PUU-IX/2011 tertanggal 1 Mei 2012 mengenai pengujian KUHAP terhadap UUD 1945, seluruh putusan praperadilan termasuk yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 2 tidak dapat lagi dimintakan banding ke PT. MK berpendapat, filosofi diadakannya lembaga praperadilan sebagai peradilan yang cepat, untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap tersangka/terdakwa dan penyidik serta penuntut umum maka yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah pemberian hak banding kepada penyidik dan penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat 2 KUHAP.[3] === Penghentian praperadilan === Ketentuan mengenai penghentian praperadilan didasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No. 5 Tahun 1985 tentang Penghentian Praperadilan, tertanggal 1 Februari 1985. SEMA tersebut menyatakan, untuk menghindari keragu-raguan apakah acara praperadilan yang sedang berjalan dapat dihentikan sewaktu-waktu oleh Hakim, mengingat hal ini tidak diatur KUHAP. MA memberikan arahan sebagai berikut Pertama, acara praperadilan yang sedang berjalan dapat dihentikan oleh Hakim atas dasar permintaan pihak yang semula mengajukan keberatan;dan Kedua, penghentian itu hendaknya dilakukan dengan sebuah penetapan. HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di 9 melakukan penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan. c. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ketentuan Pasal 75 undang-undang ini menyebutkan, dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik Badan Narkotika Nasional BNN berwenang menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 300 Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan di atas, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah dari penyidik, memiliki wewenang untuk melakukan penahanan. Ukuran dari kepentingan penyidikan didasari oleh keperluan pemeriksaan penyidikan itu sendiri, yang tentunya disandarkan pada pertimbangan-pertimbangan objektif. Tanggung jawab hukum terhadap tersangka yang ditahan berada pada penyidik yang mengeluarkan surat perintah penahanan. Sedangkan, tanggung jawab mengenai kondisi fisik tersangka yang ditahan berada pada kepala rumah tahanan institusi yang melakukan perawatan tahanan. 301 Penahanan di tingkat penuntutan Ketentuan Pasal 20 ayat 2 KUHAP menyatakan, penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum bertujuan untuk kepentingan penuntutan. Dalam menggunakan kewenangan tersebut, jaksa harus senantiasa memerhatikan UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai pedoman. Ketentuan Pasal 8 ayat 4 UU Kejaksaan menyebutkan, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya. E. Hak atas bantuan hukum dan akses kepada advokat Arti penting akses kepada advokat Bantuan hukum dari advokat sangat penting dan mendasar untuk mempertahankan hak asasi orang- orang yang menjalani penahanan prapersidangan. Keberadaan advokat akan menjamin kebebasan pengadilan dari tekanan yang tidak layak, agar penahanan yang tidak sah dapat diputuskan dengan baik berdasarkan hukum yang berlaku. 302 Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari pengacara dijamin sebab terkait dengan pelaksanaan hak atas persidangan yang adil. Hak ini harus diberikan segera setelah penahanan dilakukan. ICCPR menyatakan, dalam setiap penentuan tuduhan atas kejahatan terhadap seseorang, maka dia berhak atas jaminan-jaminan minimal dengan persamaan secara penuh, yaitu ... b untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai untuk menyiapkan pembelaannya dan untuk menghubungi pengacara yang dipilihnya sendiri; ... d untuk diadili dengan kehadirannya dan untuk membela dirinya secara langsung atau melalui pembela yang dipilihnya sendiri; untuk diberitahu akan hak ini 300 Pasal 75 huruf g UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 301 Lihat Pasal 43 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajeman Penyidikan Tindak Pidana. 302 Pentingnya hak ini ditegaskan dalam Pasal 14 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. Selain itu, Peraturan Standar Minimum juga menjamin para tahanan berupa hak mendapatkan akses kepada advokat pada awal proses peradilan pidana. Tiga perangkat standar yakni Pedoman tentang Peran Penuntut Umum UN Guidelines on the Role of Prosecutors, Prinsip-prinsip Dasar tentang Peran Advokat UN Basic Principles on the Role of Lawyers dan Prinsip-prinsip Dasar tentang Kebebasan Pengadilan UN Basic Principles on the Independence of the Judiciary juga memberikan penekanan yang sama, untuk turut membantu mempertahankan perlindungan hak-hak individu dalam tahanan. HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di HalamanPraperadilan di
HumasPN Jakarta Pusat Bambang Kustopo menyatakan agenda sidang hari ini adalah pembacaan materi tuntutan oleh pemohon. "Sidang pertama, materinya pembacaan tuntutan praperadilan (oleh pemohon)," kata Bambang, Senin (22/2) malam. Bambang memastikan jalannya sidang praperadilan Jessica bakal dipimpin hakim tunggal. Perkara praperadilan
YOGYAKARTA-Pengadilan Negeri PN Yogyakarta menggugurkan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus mafia tanah kas desa di Desa Caturtunggal, Sleman, Robinson Saalino. Humas PN Yogyakarta Heri Kurniawan, mengatakan gugatan Robinson kepada Kejaksaan Tinggi DIY atas penetapan tersangkanya telah diputus Hakim PN Yogyakarta pada Jumat 9/6/2023."Sudah diputus Hari Jumat. Putusannya gugur," ujar Heri, saat dikonfirmasi di Yogyakarta, Sabtu 10/6/2023. Menurut dia, tersangka kasus mafia tanah itu mengajukan permohonan praperadilan pada 10 Mei 2023 dan mulai disidangkan pada 24 Mei 2023. Ia menjelaskan pertimbangan hakim menggugurkan gugatan praperadilan Robinson karena berkas pokok perkara telah dilimpahkan ke PN itu sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021, yang menentukan sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan serta merta menggugurkan pemeriksaan praperadilan sebagaimana dimaksud pasal 82 ayat 1 huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. "Karena berkas pokok sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta jadi praperadilannya gugur," kata Heri dia, sidang perkara Robinson yang telah terdaftar di PN Yogyakarta per 5 Juni 2023 bakal dimulai pada 12 Juni 2023. Heri menuturkan proses persidangan Robinson rencananya dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Muh Djauhar mengatakan jaksa penuntut umum menjerat Robinson dakwaan primair Pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 subsider Pasal 3 juncto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebelumnya, Kejati DIY telah menetapkan Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, Robinson Saalino sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan tanah kas desa di Caturtunggal, Depok, Robinson, tersangka lain yang telah ditetapkan dalam penyalahgunaan TKD ini adalah Lurah Caturtunggal, Agus Santoso. Agus ditetapkan tersangka karena terbukti melakukan pembiaran dan pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya terhadap penyimpangan pemanfaatan tanah kas desa yang dilakukan PT Deztama Putri demikian perbuatan tersangka Robinson Saalino bersama Agus telah merugikan keuangan negara dan Desa Caturtunggal sebesar Rp 2,95 miliar. Kasus itu bermula dari PT Deztama Putri Sentosa yang mengajukan proposal permohonan sewa tanah kas desa di Caturtunggal pada 11 Desember itu memiliki luas meter persegi dan dimaksudkan untuk Area Singgah Hijau. Pada 1 Oktober 2020 PT. Deztama Putri Sentosa kembali mengajukan proposal permohonan sewa tanah kas desa di Caturtunggal seluas meter persegi untuk menjadi Area Singgah Hijau bernama Ambarukmo Green Hills namun proses ini belum memperoleh izin dari Gubernur belum mendapatkan izin Gubernur DIY, PT Deztama Putri Sentosa telah memanfaatkan lahan seluas meter persegi dengan mendirikan bangunan permanen tidak sesuai dengan proposal awal, kemudian disewakan kepada pihak ketiga. sumber Antara
- Υ извխбиኆ аվи
- Ιц реձятро лቢսуβу բቶդ
- ቲαսиρеβፈአ ሦծուлоς ςир ա
- Всεнт ռиկፈ փ νеሌεξ
- Сωτеκиֆ ξጥψ
- ፍτιջοгл ոծ
Bisniscom, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang gugatan praperadilan perdana terkait penahanan dan penetapan tersangka Habib Rizieq Shihab oleh tim penyidik Polda Metro Jaya.. Habib Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 di wilayah Petamburan Jakarta Pusat.
JAKARTA, - Sidang putusan gugatan praperadilan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino akan berlangsung hari ini, Selasa 25/5/2021. Persidangan itu akan digelar di Pengadilan Negeri PN Jakarta Selatan. Sebelumnya gugatan praperadilan diajukan oleh RJ Lino pada Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dengan surat bernomor 43/ dan diajukan pada Jumat 16 April 2021 gugatan tersebut RJ Lino meminta KPK menganulir statusnya sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane QCC di PT Pelindo II pada tahun 2010. Baca juga RJ Lino Ajukan Gugatan Praperadilan dan Minta Dibebaskan KPK, Berikut Isi Gugatannya... Ia mengajukan gugatannya lantaran merasa bahwa proses penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah dan memiliki ketetapan hukum. Selain itu dalam gugatannya RJ Lino juga meminta KPK segera mengeluarkannya dari Rumah Tahanan Negara Kelas I C Cabang KPK dan memulihkan harkat, martabat, dan nama baiknya. Dalam persidangan yang berlangsung Selasa 18/5/2021, kuasa hukum RJ Lino, Agus Dwiwarso, meminta seluruh gugatan yang diajukan kliennya dikabulkan oleh Majelis Hakim. Agus menegaskan bahwa proses penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK tidak sah. Ia menerangkan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan SPDP KPK dikeluarkan pada 15 Desember 2015 yang dihitung sampai saat ini telah lebih dari jangka waktu dua tahun. Baca juga Profil RJ Lino, Eks Dirut Pelindo II yang Ditahan KPK Agus mengatakan bahwa tindakan KPK itu sudah tidak sesuai dengan Pasal 40 ayat 1 jo Pasal 70C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU KPK. "Karena syarat waktu penghitungan dua tahun merupakan bentuk akumulasi sejak proses penyidikan, penuntutan hingga dilimpahkan ke pengadilan tak terlewati dan KPK tidak menerbitkan SP3 terhadap RJ Lino," jelasnya. Berdasarkan fakta itu, sambung Agus, maka Majelis Hakim dapat mengabulkan gugatan RJ Lino terkait Pasal 40 ayat 1 jo Pasal 70C UU KPK tersebut. Agus juga menambahkan berdasarkan Pasal 40 Ayat 1 Mahkamah Konstitusi MK dalam putusan tanggal 4 Mei 2021 telah menyatakan bahwa apabila melewati jangka waktu dua tahun perkara tersebut tidak dilimpahkan ke pengadilan dan KPK tidak mengeluarkan SP3 maka tersangka dapat mengajukan gugatan itu, Majelis Hakim juga diminta untuk menyatakan bahwa KPK tidak berhak melakukan penyidikan. Baca juga Mengingat Kembali Kasus RJ Lino yang Pernah Dibawa-bawa untuk Kuatkan Argumen SP3 di KPK Agus menilai bahwa KPK telah melanggar Pasal 11 Ayat 1 huruf b, dan Ayat 2 jo Pasal 70 C UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab kerugian negara pada perkara ini tidak mencapai Rp 1 miliar, namun hanya Rp 329 juta. Pernyataan KPK Dalam keterangan tertulisnya, Kamis 20/5/2021 Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan bahwa penahanan dan penyidikan lembaga antirasuah itu pada RJ Lino sah sesuai aturan hukum yang berlaku. Ali menyebut pada proses penahanan, KPK telah melaksanakan sesuai dengan ketentuan dan memberitahu pihak keluarga. Ia juga menceritakan bahwa pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelabuhan II Persero muncul dari laporan masyarakat pada 5 Maret 2014. Setelahnya penyelidikan dilanjutkan dengan melibatkan 18 saksi, termasuk ahli dari Institut Teknologi Bandung ITB dan ahli penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan BPK. Baca juga KPK Serahkan 56 Bukti dan Hadirkan Dua Ahli dalam Sidang Praperadilan RJ Lino Setelahnya berdasarkan keterangan dari ITB dan BPK, KPK menemukan adanya dugaan kerugian negara dan pengadaan QCC yang tak sesuai Undang-Undang. KPK kemudian meminta bantuan tenaga ahli accounting forensic untuk menghitung berapa besar jumlah kerugian negara. "Yang pada pokoknya menyampaikan ada kerugian negara yang timbul sebesar Rp 1,9 juta dolar Amerika Serikat, atau setara dengan Rp 17 miliar," sebut Ali. Berdasarkan fakta-fakta itu KPK meminta agar Majelis Hakim menolak gugatan praperadilan RJ Lino secara keseluruhan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Gambar2 : Bagan Proses Persidangan Perkara Pidana. Gambar 3 : Bagan Banding Perkara Pidana. Gambar 4 : Bagan Kasasi Perkara Pidana. UPAYA HUKUM PIDANA. 1. UPAYA HUKUM PRAPERADILAN KUHAP praperadilan merupakan wewenang pengadilan negeri dan praperadilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan
Salah satu masalah dasar yang sering menjadi perdebatan hangat adalah mengenai upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum, terutama Penyidik dan Penuntut Umum. Secara umum, upaya paksa yang dikenal dalam sistem peradilan pidana modern di dunia ini adalah upaya paksa di bidang penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum seharusnya berada di bawah pengawasan Pengadilan judicial scrutiny. Seharusnya tak ada satupun upaya paksa yang dapat lepas dari pengawasan Pengadilan sehingga upaya paksa tersebut tidak dilakukan secara sewenang-wenang yang berakibat dilanggarnya hak–hak dan kebebasan sipil dari kenyataannya, dalam proses penegakan hukum pidana seseorang sering ditangkap dan ditahan tanpa adanya surat perintah penangkapan dan/atau penahanan. Bahkan proses penangkapannya sering pula dilakukan tanpa mengindahkan hak-hak asasi manusia, atau melanggar pasal 18 ayat 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terkait asas praduga tak bersalah, yang berbunyi”Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.Berdasarkan pasal 4 UU yang sama, setiap orang memiliki ”hak untuk tidak disiksa” dalam penegakan hukum. Lebih lanjut, dalam pasal 9 ayat 2 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pejabat yang melanggar ketentuan tersebut di atas bukan lagi dapat dipidana akan tetapi ”dipidana”.Sistem hukum acara pidana di Indonesia pada dasarnya telah mengakui mekanisme komplain/perlawanan terhadap tindakan upaya paksa dari aparat penegak hukum, khususnya terkait dengan penangkapan dan penahanan, yang terwujud melalui upaya yang dikenal praperadilan. Praperadilan sebagai sarana komplain/perlawanan terhadap perampasan kebebasan sipil seseorang, yang mungkin dilakukan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak praperadilan, pasal 1 angka 10 KUHAP menyebutkan praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentangsah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke putusan Mahkamah Konstitusi MK mengenai uji materi atas KUHAP, MK menyatakan bahwa praperadilan merupakan suatau terobosan baru dalam sistem peradilan pidana Indonesia. MK menegaskan, pada dasarnya setiap tindakan upaya paksa, seperti penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan adalah perampasan HAM, sehingga dengan adanya praperadilan diharapkan pemeriksaan perkara pidana dapat berjalan sesuai dengan peraturan hukum yang dalam praktikPihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan adalah sebagai berikutPermintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya pasal 79 KUHAP.Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya pasal 80 KUHAP.Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya pasal 81 KUHAP.Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera pasal 78 ayat 2 KUHAP.Acara pemeriksaan praperadilan dijelaskan dalam pasal 82 ayat 1 KUHAP yaitu sebagai berikutdalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;pemeriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untu itu diajukan permintaan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya pasal 1 angka 10 huruf b jo. pasal 78 KUHAP.Upaya Hukum PraperadilanBerdasarkan pasal 83 ayat 1 KUHAP, putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, pasal 80, dan pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding. Namun, dalam ayat berikutnya ditentukan pengecualian, yaitu dalam hal putusan praperadilan itu menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang pasal 45 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung disebutkan, salah satu perkara yang tidak boleh diajukan kasasi adalah putusan praperadilan. Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 65/PUU-IX/2011 menyatakan, aturan hak banding kepada penyidik/penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 83 ayat 2 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, putusan praperadilan langsung berkekuatan hukum tetap. Pembatasan upaya hukum ini tidaklah dimaksudkan membatasi keinginan para pihak untuk memperoleh keadilan, tetapi semata-mata dimaksudkan untuk mewujudkan “acara cepat” untuk memperoleh kepastian hukum dalam waktu yang relatif masih menjadi pertanyaan, apakah terhadap putusan praperadilan yang berkekuatan hukum tetap itu bisa diajukan peninjauan kembali PK. Menurut aturan tentang PK, suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat diajukan PK. Perdebatan ini kelihatannya disikapi oleh MA dalam rapat pleno kamar 8-11 Maret 2012 yang menentukan bahwa “berdasarkan ketentuan pasal 45 A UU No. 5 Tahun 2004 bahwa terhadap perkara-perkara praperadilan tidak dapat diajukan kasasi apalagi peninjauan kembali”.Semoga bermanfaat,FREDRIK J. PINAKUNARY LAW OFFICES You may also like
Sidangkedua perkara Praperadilan yang diajukan JE ini berlangsung di Ruang Candra PN Surabaya dipimpin Martin Ginting sebagai Hakim Tunggal dan dihadiri penasihat hukum kedua pihak. Agenda sidang kali ini adalah jawaban dari termohon, dalam perkara ini Kapolda Jawa Timur, yang diwakili Tim Bidang Hukum Polda Jatim, serta pemeriksaan alat bukti
Sabtu, 26 November 2022 0700 WIB Hakim Agung MA, Gazalba Saleh, seusai memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2022. Gazalba Saleh, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hakim Agung MA nonaktif, Sudrajad Dimyati, dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung Republik Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto Iklan Jakarta - Hakim Agung Gazalba Saleh resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan PN Jaksel. Gazallba menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPKBerdasarkan informasi dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara SIPP PN Jaksel, gugatan didaftarkan pada Jumat 25 November 2022. Gazalba dalam hal ini berstatus sebagai pemohon dengan nomor perkara 110/ PN Jaksel, Djuyamto, mengungkapkan bahwa termohon dalam gugatan ini adalah KPK. Sidang pertama ini rencanya akan dilaksanakan pada Senin, 12 Desember 2022. Sidang akan dipimpin Hakim Hariyadi dan dibantu oleh panitera Nana."Sidang pertama. Praperadilan," kata Djuyamto lewat pesan tertulis pada Jumat 25 November gugatanAdapun isi petitum Gazalba Saleh sebagai berikut 1. Mengabulkan Permohonan PEMOHON Praperadilan untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan KPK Nomor B/714/ tanggal 01 November 2022 yang menetapkan pemohon sebagai Tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat. 3. Menyatakan Penetapan Tersangka terhadap diri pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. 4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon. 5. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. 6. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada tanggapan KPK 12 Selanjutnya Artikel Terkait Kementerian ESDM Bakal Berhentikan 10 Pegawai yang Terjerat Kasus Korupsi Tukin 2 jam lalu Gelar Aksi Cap Jempol Darah Lawan PK Moeldoko, Partai Demokrat Akan Bergelombang Tiap Minggu 5 jam lalu Denny Indrayana sudah 2 Kali Akui Dapat Informasi, Kali Ini soal Syahrul Yasin Limpo 6 jam lalu Syahrul Yasin Limpo Singgung Unsur Politik Kasusnya di KPK 8 jam lalu KPK Panggil Ulang Mentan Syahrul Yasin Limpo Senin Depan 8 jam lalu Dipanggil KPK, Syahrul Yasin Limpo Hadiri Pertemuan Menteri Pertanian G20 10 jam lalu Rekomendasi Artikel Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini. Video Pilihan Kementerian ESDM Bakal Berhentikan 10 Pegawai yang Terjerat Kasus Korupsi Tukin 2 jam lalu Kementerian ESDM Bakal Berhentikan 10 Pegawai yang Terjerat Kasus Korupsi Tukin Kementerian ESDM bakal memberhentikan 10 pegawainya yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Gelar Aksi Cap Jempol Darah Lawan PK Moeldoko, Partai Demokrat Akan Bergelombang Tiap Minggu 5 jam lalu Gelar Aksi Cap Jempol Darah Lawan PK Moeldoko, Partai Demokrat Akan Bergelombang Tiap Minggu Umar menjelaskan, belum pastinya putusan PK Moeldoko ini membuat para kader Partai Demokrat gelisah. Suara para keder difasilitasi. Denny Indrayana sudah 2 Kali Akui Dapat Informasi, Kali Ini soal Syahrul Yasin Limpo 6 jam lalu Denny Indrayana sudah 2 Kali Akui Dapat Informasi, Kali Ini soal Syahrul Yasin Limpo Denny Indrayana sudah dua kali mengaku mendapatkan informasi. Sebelumnya soal putusan MK. KIni soal KPK tengah membidik Syahrul Yasin Limpo. Syahrul Yasin Limpo Singgung Unsur Politik Kasusnya di KPK 8 jam lalu Syahrul Yasin Limpo Singgung Unsur Politik Kasusnya di KPK Syahrul Yasin Limpo meminta KPK memeriksanya pada 27 Juni 2023. Namun, KPK memutuskan untuk memanggil ulang Yasin Limpo pada Senin. KPK Panggil Ulang Mentan Syahrul Yasin Limpo Senin Depan 8 jam lalu KPK Panggil Ulang Mentan Syahrul Yasin Limpo Senin Depan Syahrul Yasin Limpo mengatakan tak bisa hadir dalam pemeriksaan itu gara-gara tugas negara. Dipanggil KPK, Syahrul Yasin Limpo Hadiri Pertemuan Menteri Pertanian G20 10 jam lalu Dipanggil KPK, Syahrul Yasin Limpo Hadiri Pertemuan Menteri Pertanian G20 KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap Syahrul Yasin Limpo hari ini untuk dimintai keterangan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian. Syahrul Yasin Limpo Minta KPK Undur Pemeriksaannya Jadi 27 Juni 10 jam lalu Syahrul Yasin Limpo Minta KPK Undur Pemeriksaannya Jadi 27 Juni KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap Syahrul Yasin Limpo hari ini untuk dimintai keterangan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian. Belum Bisa Penuhi Panggilan KPK, Mentan Syahrul Yasin Limpo Ada Tugas Negara 10 jam lalu Belum Bisa Penuhi Panggilan KPK, Mentan Syahrul Yasin Limpo Ada Tugas Negara Mentan Syahrul dijadwalkan hadir di KPK pada Jumat, 16 Juni 2023. Mentan Syahrul Yasin Limpo Buka Suara soal Alasan Tak Datang ke KPK 10 jam lalu Mentan Syahrul Yasin Limpo Buka Suara soal Alasan Tak Datang ke KPK Syahrul Yasin Limpo mengatakan mengorhormati dan akan kooperatif dengan proses hukum di KPK. Dipanggil KPK, Mentan Syahrul Yasin Limpo Pergi ke India 11 jam lalu Dipanggil KPK, Mentan Syahrul Yasin Limpo Pergi ke India Kasus yang menyeret Syahrul Yasin Limpo ditengarai merupakan kasus penyalahgunaan SPJ, suap-menyuap, gratifikasi dan penggabungan beberapa perkara.
Sidangpraperadilan dipimpin oleh hakim tunggal Akhmad Sahyuti. Sidang beragendakan jawaban dari pihak termohon. Dalam perkara ini ialah polisi. Perbesar. Tim kuasa hukum Muhammad Rizieq Shihab menyiapkan berkas persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/1/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Diskusi Hukum 10K Subscribers Praperadilan SidangPraperadilan AlurSidang AlursidangPraperadilan Administrasi Persidangan Pra Peradilan 1. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera Pasal 78 ayat 2 KUHAP. 2. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak pemohon dan termohon praperadilan. 3. Praperadilan adalah Perkara pidana, tetapi cara pemeriksaan persidangannya seperti pemeriksaan perkara Perdata Jangka Waktu pemeriksaan Praperadilan 1. Dalam waktu 7 tujuh hari terhitung permohonan praperadilan diperiksa, permohonan tersebut harus diputus. Pemeriksaan mulai dilakukan saat para pihak pemohon dan Termohon hadir lengkap, atau pemohon hadir dan termohon tidak hadir tetapi sudah dipanggil secara sah 2. Namun apabila Jangka waktu itu terlewati, Undang-Undang tidak memberikan ketentuan akibat hukumnya Pencabutan Praperadilan 1. Pemohon dapat mencabut permohonannya sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan apabila disetujui oleh termohon. 2. Kalau termohon menyetujui usul pencabutan permohonan tersebut, Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan tersebut. GUGURnya Praperadilan 1. Pasal 82 Ayat 1 huruf d KUHAP menyebutkan “ dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur; 2. Dalam uji Materiil dalam Putusan MK nomor 102/PUU-XII/2015 Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP harus dimaknai permohonan praperadilan gugur saat telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkaranya 3. Gugurnya Praperadilan tersebut dituangkan dalam bentuk Putusan PERMASALAHAN Praperadilan 1. Berkas Perkara dilimpahkan ke pengadilan, Tetapi belum disidangkan, Sehigga Pokok perkara belum diperiksa, tetapi Gugatan Praperadilannya dikabulkan. Bagaimana pemeriksaan Pokok Perkaranya? Contoh Kasus Gugatan Praperadilan oleh Tersangka Korupsi Kadis ESDM Riau Dikabulkan Pengadilan Negeri Taluk Kuantan, tetapi perkara pokoknya tetap diSidang Korupsi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru SOLUSI DARI MAHKAMAH AGUNG SEMA Nomor 5 tahun 2021 tanggal 28 Desember 2021, Hasil Rumusan Kamar Pidana point 3. Dalam perkara tindak pidana, sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan serta merta menggugurkan pemeriksaan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP karena sejak di limpahkan perkara pokok ke pengadilan status tersangka beralih menjadi terdakwa status penahanannya beralih menjadi wewenang Hakim. Dalam hal Hakim praperadilan tetap memutus dan mengabulkan permohonan pemohon tersebut tidak menghentikan pemeriksaan pokok
OwzW. qlm2coz5xn.pages.dev/356qlm2coz5xn.pages.dev/373qlm2coz5xn.pages.dev/240qlm2coz5xn.pages.dev/186qlm2coz5xn.pages.dev/339qlm2coz5xn.pages.dev/90qlm2coz5xn.pages.dev/338qlm2coz5xn.pages.dev/216qlm2coz5xn.pages.dev/81
sidang perkara praperadilan dipimpin oleh